Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong budi daya lele dengan teknologi bioflok yang salah satunya diterapkan di Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Karya Mina Sejahtera Bersama di Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Semarang. Bioflok sendiri merupakan sistem budidaya yang memanfaatkan bakteri dalam pengolahan limbah.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto mengatakan teknologi bioflok lebih hemat air dan pakan. Selain itu, teknologi tersebut juga bisa dimanfaatkan di lahan yang terbatas.
"Teknologi bioflok telah terbukti meningkatkan produksi lele di lahan yang terbatas. Di samping itu, budi daya ikan lele menjadi lebih ramah lingkungan, hemat dalam penggunaan air dan pakan serta dapat dilakukan di lahan terbatas," kata dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Minggu (28/8/2016).
Dia mengatakan sistem bioflok mampu mendorong produktivitas ikan lele dibanding dengan budi daya konvensional. Dampaknya, Slamet mengatakan terjadi peningkatan dari segi pendapatan.
"Sebagai gambaran, satu lubang atau satu kolam bioflok dengan kapasitas air 10 meter kubik dengan modal kurang lebih Rp 5 juta, dapat dipanen lele 1 ton secara parsial selama kurun waktu 2,5 bulan. Apabila harga lele konsumsi Rp 15 ribu per kg maka akan diperoleh hasil Rp 15 juta. Jadi pembudi daya akan mendapat keuntungan Rp 10 juta," jelas dia.
Dari segi kualitas, dia menuturkan sistem bioflok menghasilkan daging lele yang lebih enak. Lantaran penggunaan pakan buatan dikurangi.
"Dari pengalaman pembudi daya yang sudah menerapkan teknologi bioflok ini, mengatakan, bahwa rasa dagingnya berbeda dengan lele hasil budi daya konvensional karena di samping makan palet juga makan flock atau gumpalan-gumpalan yang terdiri organisme hidup sehingga mampu menekan pakan buatan atau palet," jelas dia.
Sebagai tambahan, produksi lele dalam lima tahun terakhir (2011-2015) meningkat 21,31 persen per tahun. Dari 337.577 ton pada tahun 2011 menjadi 722.623 ton pada 2015.
"Peningkatan produksi lele per tahun yang mencapai 21,31 persen ini merupakan kenaikan terbesar dibandingkan dengan komoditas air tawar lainnya seperti nila, mas, patin dan gurame," tutur Slamet
Sumber: Liputan6.com