PERISTIWA - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Salahuddin Wahid, atau biasa dipanggil Gus Solah turut angkat bicara mengenai hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual itu. Menurut dia, permasalahan tersebut tidak hanya dari segi hukuman saja, namun juga terkait awal mula yang menyebabkan pelaku melakukan tindakan kejahatan tersebut.
"Tapi hukum ini ada di hilir ya. Padahal masalahnya ada di hulu, di pangkalnya. Ini juga masalah," kata Gus Solah di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Jika demikian, lanjut Gus Solah, berarti pendidikan, baik di sekolah, keluarga, atau pun masyarakat yang menjadi perhatian dan harus diperbaiki.
"Dan ini belum tersentuh dan menjadi tantangan bersama bagaimana mengatasi ini," ujar dia.
Selain itu, adik kandung Gus Dur ini juga melihat hukuman kebiri dengan menggunakan zat kimia terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual banyak ditolak oleh sejumlah kalangan kedokteran. Namun, ia menyerahkan sepenuhnya kepada proses konstitusional yang ada.
"Yang saya baca dari kalangan kodekteran banyak menolak hukuman kebiri. Jadi kalau mau kebiri jangan pakai kimia, potong saja sudah selesai. Karena kalau pakai kimia itu yang saya baca banyak masalah, jadi banyak yang bersuara dari kalangan kedokteran," ungkap Gus Solah.
Cucu dari ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy'ari, itu menambahkan bahwa para pelaku kekerasan seksual sebagian besarnya merupakan orang yang pernah mendapatkan perlakuan sama. Dia meminta untuk pencegahan terhadap hal serupa agar tidak kembali terjadi, perlu ada peran serta semua lapisan masyarakat.
"Menurut sejumlah ahli, orang yang melakukan kekerasan sebagian besar orang yang pernah mendapatkan perlakukan itu. Jadi trauma atau apa yang muncul kembali. Bagaimana kita mencegah ini, bagaimana kita bisa menjaga anak-anak kita supaya tidak terbawa kepada kekerasan," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini mengungkapkan, dari prespektif hak asasi manuisa, hukuman Kebiri banyak ditentang.
"Kebiri itu anu sekali ya. Efektif, cuma dari prespektif hak azasi malah ditentang, hukuman mati juga ditentang. Mungkin jalan tengahnya ya hukuman seumur hidup. Karena itu sudah mencegah dia untuk melakukan lagi kejahatan itu," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau sering disebut dengan Perppu Kebiri, Kamis, 26 Mei 2016, lalu.
Sumber: VIVA.co.id