Yusril Ihza Mahendra (Diki/Kriminalitas.com) |
Menurut Yusril, kasus yang ditangani Polda Jabar ini terkesan tak berdasar.
“Di dalam hukum pidana tidak boleh analogi. Istilah menistakan ada di pasal 157 dan 156a. Tapi itu tidak bisa dianalogikan menista Pancasila,” kata Yusril di kantornya di kawasan, Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (8/3/2017).
Ia melanjutkan, simbol negara yang dipermasalahkan dalam kasus Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini terkesan mengada-ada.
“Lalu kalau diartikan katanya menghina simbol negara, Pancasila itu bukan simbol negara, Pancasila itu landasan falsafah negara. Simbol negara itu lambang negara Garuda Pancasila. Itu yang ada tulisan Bhinneka Tunggal Ika,” lanjutnya.
“Jadi kalau dikatakan menista Pancasila di mana rumusannya? Pancasila yang mana?” lanjutnya.
Atas dasar itulah ia menyatakan kesediaannya untuk menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus yang kini ditangani Polda Jabar itu.
“Ini menyangkut historis. Itu saya berwenang menjelaskan, apakah Pancasila Sukarno 1 Juni, Piagam Jakarta 22 Juni, apakah 18 Agustus 1945 atau 5 Juli 59,” tandasnya.
Sumber Berita