Wacana pemerintah agar dana haji diinvestasikan untuk proyek infrastruktur menuai kontroversi. Di satu pihak ada yang menganggap wacana itu salah kaprah, tapi di pihak lain ada yang menganggap wacana itu justru dapat memberi faedah.
“Kami menolak,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodiq Mudjahid kepada tirto, Senin (31/7).
Sodiq menilai rencana pemerintah menginvestasikan dana haji untuk proyek infrastruktur serupa pembangunan jalan tol dan pelabuhan berpretensi menyalahi undang-undang. Ia mengatakan Undang-Undang No.34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menyebutkan dana haji harus diprioritaskan untuk kepentingan jamaah haji. Misalnya untuk membangun pondokan bagi jamaah haji di Arab Saudi atau membeli pesawat khusus haji. Ia percaya dengan begitu biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang ditanggung jamaah bisa ditekan. “Banyak yang masih mahal dan fasilitas yang belum baik. Investasi itu terutama harus ke sana, ke infrastruktur haji,” ujar politikus Partai Gerindra.
Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Amanat Nasional Ali Taher punya pendapat senada. Ia curiga pemerintah ingin memanfaatkan dana haji lantaran sudah kehabisan anggaran untuk membiayai sejumlah proyek ambisius di bidang infrastruktur. Sebab menurut dia dana haji mestinya diinvestasikan ke sektor-sektor syariah. “PAN sejak awal sudah bulat menolak investasi yang ingin dilakukan pemerintah,” kata Ali mengenai sikap partainya.
Sementara Hamka Haq, anggota Komisi VIII Fraksi PDI Perjuangan membantah anggapan bahwa pemerintah sedang memanfaatkan dana haji untuk mengatasi defisit anggaran pembangunan. Menurutnya, nilai total dana haji yang terkumpul sekarang sangat kecil dibandingkan APBN yang dikelola pemerintah. “Dananya (haji) tidak seberapa. Cuma Rp 80 triliun. APBN kita saja ribuan triliun,” kata Hamka.
Hamka menyangka banyak orang tidak memahami niat baik pemerintah. Ia percaya proyek infrastruktur seperti membangun jalan tol dan pelabuhan justru bisa membuat dana haji lebih berfaedah. Sebab proyek-proyek tersebut relatif bisa menghasilkan keuntungan cepat dan berlipat yang bisa digunakan untuk mensubsidi BPIH jemaah. “Daripada dananya puluhan tahun mengendap begitu saja,” ujar Hamka.
Hamka menilai saran pemerintah agar dana haji dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur justru perlu didukung. Tidak perlu ada dikotomi antara investasi di bidang infrastruktur umum maupun syariah. Sebab menurutnya, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Merekalah pihak yang banyak menikmati hasil dari pelbagai proyek infrastruktur yang ada. “Kalau kita membangun bangsa ini, itu untuk umat juga,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
Seperti halnya Hamka, anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq menyatakan penggunaan dana haji untuk infrastruktur bukanlah sebuah masalah. Karena, menurutnya saat jamaah haji menyerahkan dana haji telah ada akad wakalah yang memungkinkan BPKH untuk mengelolanya. "Itu kan saat penyerahan setoran jamaah sudah menandatangani akad wakalah. BPKH berhak mengelola itu," kata Maman.
Meski begitu, menurut Maman, penggunaan dana tersebut mesti dilakukan dengan cermat dan disertai pengawasan. “Agar tidak ada penyelewengan," ujar Maman
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mengingatkan pemerintah tidak gegabah dalam mengelola dana haji. Ia berpandangan kendati saat ini sudah ada BPKH, akan tetapi tidak serta merta suara masyarakat ditinggalkan. Pemerintah, kata Zulkifli, perlu mendengar suara dari ormas-ormas besar Islam di Indonesia. “Bisa dengan majelis ulama, NU, dengarkan Muhammadiyah,” kata Zulkifli.
Ketua PBNU Masdar F. Mas’udi tidak melihat ada persoalan dari usul pemerintah agar dana haji diinvestasikan ke proyek infrastruktur. Asalkan, kata Masdar, pemerintah memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh undang-undang. “Enggak masalah, menurut saya. Yang penting ketentuan yang berlaku terkait hal itu dipenuhi dan pada saatnya uang dipakai atau dibutuhkan, tersedia,” kata Masdar.
Sekretaris Jendral PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti belum mau berkomentar. “Belum ada keputusan di PP Muhammadiyah,” kata Mu'ti.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan secara prinsip dana haji boleh dikelola untuk hal-hal produktif. Asalkan pengelolaan dana tersebut memenuhi lima persyaratan yang mengacu pada aturan fiqih dan konstitusi. Selain itu, pengelolaan dana haji juga mesti mendapat persetujuan DPR. Hal ini menurutnya sejalan dengan UU No.34/2014.
“Lima syarat boleh tidaknya investasi yang dipilih nantinya yakni berprinsip syariah, penuh kehati-hatian, lalu harus aman atau tidak berisiko rugi, ada nilai manfaat yang dihasilkan sesuai ketentuan undang-undang dan juga memberi nilai manfaat untuk jamaah calon haji sendiri,” kata mantan Sekretaris Jendral DPP PPP ini dilansir Antara.
Bagi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, dana haji memang seyogyanya dimanfaatkan untuk investasi seperti infrastruktur dan sukuk. Hal ini sebagai antisipasi menurunnya nilai mata uang dari tahun ke tahun. “Akibatnya, nilai riil turun terus nanti setelah 10 tahun. Naik haji, nilainya sudah jauh banget dari nilai yang ditaruh di awal. Karena itu pengelolaan dana haji harus dilakukan dengan investasi yang baik, dan ritme yang cukup,” ujar Bambang.
Kendati demikian, Bambang mengatakan semua transaksi dana haji haruslah dikelola secara syariah. “Sehingga ketika melakukan investasi, pasti harus ada fatwa atau rekomendasi dari DSN dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Menurut saya sudah clear, investasi jalan setelah ada fatwa tersebut,” kata Bambang lagi.
Sebelumnya Rabu (26/7) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keinginannya agar dana haji yang mencapai lebih dari Rp 90 triliun diinvestasikan ke sejumlah proyek infrastruktur berisiko rendah dan menguntungkan seperti jalan tol dan pelabuhan. Menurutnya keuntungan tersebut kelak bisa dimanfaatkan untuk mensubsidi BPIH jamaah. “Sehingga dari keuntungan itu nanti bisa dipakai untuk mensubsidi ongkos-ongkos, biaya-biaya, sehingga nanti lebih turun, turun, turun terus,” ujarnya.
Pernyataan itu diulangi Jokowi saat menghadiri Lebaran Betawi di kawasan Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan Ahad (30/7) lalu. “Yang penting jangan bertentangan dengan peraturan undang-undang yang ada,” katanya.