INTERNASIONAL - Kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden pekan ini tak hanya mengejutkan publik Amerika Serikat, namun juga menyentak umat Muslim di seluruh dunia. Banyak warga Muslim mengaku khawatir bahwa di bawah kepemimpin Trump ketegangan antara negara Barat dan Islam akan meningkat dan menyuburkan paham radikal.
Warga Muslim dari berbagai negara, baik Timur Tengah, maupun dalam negeri, cemas bahwa konglomerat New York itu akan menepati janji kampanyenya untuk melarang umat Muslim memasuki AS.
Tak hanya itu, dalam menanggapi serangkaian teror global, Trump selama ini tak segan menyebut istilah "teroris Islam radikal", istilah yang selama ini selalu dihindari oleh pemerintahan Barack Obama guna meredam sentimen Islamofobia di negara itu.
"Saya khawatir tentang (kerabat saya di Amerika) karena mereka adalah Muslim, Muslim Mesir ... dan ia [Trump] tidak akan memperlakukan Muslim dengan baik," kata Ali Nabil, seorang mahasiswa Muslim berusia 20 tahun dari Kairo, Mesir, dikutip dari Reuters pekan ini.
Sementara menurut Ganiu Olukanga, warga Muslim dari Lagos, Nigeria, "Apapun yang terjadi di Amerika akan mempengaruhi semua orang, dan dengan berbagai kecaman dari Trump untuk orang kulit hitam, untuk umat Islam, [kelompok] minoritas, ini bukan sesuatu yang akan membuat kami bahagia."
Reuters melaporkan bahwa warga Muslim yang hidup sebagai kelompok minoritas di berbagai negara Barat sebelumnya menyatakan khawatir retorika Trump tentang Muslim akan menorehkan citra buruk bagi agama Islam di tengah masyarakat.
"Sangat mengkhawatirkan bahwa seorang pria yang menyerukan diskriminasi terhadap Muslim dan minoritas lainnya kini menjadi pemimpin negara adidaya," kata Harun Khan, sekretaris jenderal Dewan Muslim Inggris, melalui pernyataan tertulisnya, yang tak luput mengucapkan selamat kepada Trump atas kemenangannya.
Sebagian umat Muslim lainnya juga mengaku cemas bahwa komentar Trump soal Muslim akan mendorong pandangan bahwa Amerika Serikat memusuhi umat Islam. Pandangan ini akan menghambat upaya untuk melawan radikalisasi.
"Kemenangan Trump akan menjadi hadiah besar untuk gerakan jihad, yang kini akan memiliki seruan baru," kicau Ammar Rashid, seorang akademisi dari Partai Pekerja Awami Pakistan di akun media sosial Twitter.
"Ideologi jihad akan menekankan AS merupakan bangsa anti-Muslim yang jahat. Mereka akan mempergunakan berbagai pernyataan yang diluncurkan Trump," tuturnya.
Meski demikian, sejumlah warga Muslim lainnya mengaku masih menaruh harapan kepada Trump, termasuk Umer Daudzai, mantan menteri dalam negeri Afghanistan, yang menyebut taipan real-estate ini mungkin akan memimpin seperti Ronald Reagan, mantan presiden AS periode 1981-89.
"Ronald Reagan mengakhiri Perang Dingin. Saya berharap Donald Trump akan mengakhiri semua perang dan menjadi pahlawan perdamaian di dunia," katanya kepada Reuters.
Selain itu, salah satu yang perlu dicatat, Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, merupakan pemimpin negara pertama yang menyampaikan selamat kepada Trump atas kemenangannya melalui sambungan telepon, menurut pernyataan dari kantor kepresidenan Mesir.
Ucapan selamat dari Sisi kemudian disusul oleh sejumlah pemimpin negara Arab lainnya yang tidak menyukai kebijakan rival Trump, Hillary Clinton, yang pernah menjabat sebagai menteri luar negeri AS periode 2009-2013.
Kekhawatiran tak hanya datang dari warga Muslim di negara Arab, melainkan juga dari Indonesia.
"Trump telah mendukung retorika yang sangat memecah belah terhadap Muslim. Pemilihnya berharap ia akan memenuhi janji-janjinya. Itu membuat saya khawatir tentang dampak [kebijakannya] terhadap Muslim di Amerika Serikat dan di seluruh dunia," kata Yenny Wahid, putri dari mantan presiden Abdurrahman Wahid dan Direktur The Wahid Institute pekan ini.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin, juga menyoroti retorika Trump soal imigran. "Dia sudah lupa bahwa banyak orang Amerika adalah imigran."
Lihat juga:Diprotes, Trump Merasa Diperlakukan Tak Adil
Hingga Trump menjabat sebagai presiden AS menggantikan Obama, belum dapat dipastikan apakah ia akan menepati berbagai janjinya soal Muslim dan imigran. Pada Kamis (10/11), seruan untuk melarang umat Muslim memasuki AS hilang dari situs resmi tim kampanye Trump.
Di situsnya, usulan yang dibuat pada 7 Desember dengan judul "Donald J. Trump statement on Preventing Muslim Immigration" itu hilang bersama dengan daftar nama-nama hakim Mahkamah Agung yang pernah diumumkan diincar untuk dipilih oleh Trump. (ama)
Sumber Berita