EKONOMI - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai kerangka Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) bakal lebih strategis dibanding Kemitraan Trans Pasifik atau Trans Pasific Partnership (TPP).
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), menimbulkan ketidakjelasan tentang kelanjutan perundingan TPP. Pasalnya, Trump dalam kampanyenya terkesan proteksionis dengan akan merenegosiasi ulang sejumlah kerjasama perdagangan internasional AS.
“RCEP menjadi akan lebih strategis ke depan dengan kondisi TPP yang pasti akan, minimal akan delay,” tutur Enggar, dikutip Sabtu (12/11).
Disebutkan Enggar, perundingan RCEP ditargetkan bakal rampung pada 2017 dan bisa mulai berlaku bagi negara yang menandatangani kemitraan tersebut.
“Insya Allah 2017, karena masih ada ganjalan yang tidak mudah sekali diselesaikan dari satu negara yang berpengaruh dengan yang lain,” ujarnya.
Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), perundingan RCEP digagas Indonesia pertama kali pada semester pertama tahun 2012. Anggotanya terdiri dari 10 negara ASENAN dan enam negara mitra ASEAN yaitu Australia-Selandia Baru, China, India, Korea, dan Jepang.
Hingga kini, RCEP telah melewati 14 putaran perundingan. Dua putaran yang akan dilaksanakan tahun ini adalah pada Oktober di Tianjin, Republik Rakyat Tiongkok dan pada Desember di Bumi Serpong Damai, Tangerang, Indonesia.
Tahun lalu, 15 negara peserta RCEP mewakili 56,2 persen ekspor Indonesia ke dunia dan 70 impor Indonesia dari dunia. RCEP juga merupakan 48,21 persen sumber investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) bagi Indonesia.
Melalui RCEP, Indonesia bisa mendapatkan akses pasar yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang didapat dari Free Trade Agreement (FTA) antara ASEAN dengan Negara Mitranya. Selain itu, apa yang belum didapat Indonesia dari ASEAN+1 FTAs dapat diperbaiki, misalnya akses pasar produk pertanian ke India dan China.
Sementara, TPP merupakan blok kemitraan dagang yang telah diratifikasi oleh Australia, Brunei, Chili, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, AS dan Vietnam. Dalam kerangka ini, negara yang tergabung di dalamnya menerapkan perdagangan bebas tarif yang mendorong liberalisasi perdagangan.
Keinginan Indonesia untuk ikut bergabung TPP dipicu oleh kebutuhan untuk meningkatkan daya saing produk domestik di pasar internasional. Misalnya, jika Indonesia tidak bergabung, produk Indonesia akan kena tarif masuk lebih tinggi dibanding Vienam, Malaysia, dan Singapura di pasar AS. (gen)
Sumber Berita