-->

Thursday, 19 October 2017

Nyaris Tak Ada Yang Lulus SD

TERPENCIL: Puluhan anak-anak dan ibu-ibu Dusun Jadugan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger mendapatkan pendidikan khusus dari Lakesdam PCNU Kencong.(Khawas Auskarni/Radar Jember)

PUGER - Bagi anak-anak warga pemukiman nelayan terpencil di Dusun Jadugan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger, pendidikan menjadi hal yang istimewa. Bisa lulus sekolah dasar (SD) saja capaian yang istimewa. Sebab, sangat jarang anak-anak dari Dusun Jadugan yang lulus SD.

Kebanyakan dari anak-anak tersebut berhenti sekolah begitu menginjak kelas dua hingga tiga SD. Jauhnya akses pendidikan disebut-sebut menjadi alasan utamanya. Fakta ini lantas ditangkap oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakesdam) PCNU Kencong. Dengan menghadirkan program baca tulis pada mereka.

Musala kecil yang ada di tengah-tengah permukiman nelayan terpencil Dusun Jadugan jadi pusatnya. Sebanyak 20 anak usia delapan hingga 14 tahun, serta 30 ibu buta aksara dua kali dalam seminggu, Sabtu dan Minggu, rutin mendapat materi baca tulis dari Lakesdam PCNU Kencong. Tenaga pengajar Sekolah Perempuan Puger Kreatif (SPPK) yang jadi tutornya. “Jarang ada yang bisa baca tulis di sini. Lha wong kelas dua SD sudah berhenti,” ujar Mulyono, ketua RT setempat yang sehari-harinya menjadi buruh nelayan.

Menurut dia, kebanyakan anak warga setempat, yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh nelayan, mengaku enggan sekolah lagi setelah menginjak kelas dua atau tiga SD. Keluhannya, jarak sekolah terdekat dengan perkampungan mereka mencapai 3 kilometer, cukup jauh bagi anak SD. ”Kami para buruh nelayan biasanya berangkat melaut saat pukul 14.00 dan pulang esok paginya. Sehingga tidak selalu bisa mengantar anak sekolah. Mereka naik sepeda sendiri, atau jalan kaki untuk mencapai sekolah. Pada akhirnya lama-lama merasa berat, dan ogah sekolah,” terangnya.

Bunadi, warga lain berujar, anak pertamanya yang kini berusia 14 tahun sesekali membantunya melaut setelah beberapa tahun sebelumnya putus sekolah. Dia mengatakan, sebagai orangtua sebenarnya menginginkan agar anaknya sekolah setinggi mungkin untuk mengubah nasib keluarga.

Namun, si anak lebih memilih putus sekolah lantaran capek mesti menempuh perjalanan jauh untuk pulang pergi ke sekolah. “Saat paceklik ikan, kami orang tua yang sebatas buruh nelayan jarang memberi uang saku karena memang pendapatan minim. Jadinya anak-anak semakin malas untuk berangkat sekolah,” tuturnya.

Dasuki, ketua Lakesdam PCNU Kencong kepada Jawa Pos Radar Jember, Selasa (17/10) menjelaskan, pertama kali pihaknya memutuskan untuk mengadakan program melek aksara di perkampungan terpencil itu setelah mendapatkan informasi dari beberapa aktifis SPPK. Kehadiran program melek aksara itu, menurutnya, untuk memberikan akses pendidikan, terutama baca tulis, sedekat mungkin dengan perkampungan yang nyaris terisolir dari akses pendidikan itu. “Kami sempat tanya ke petugas kecamatan tentang perkampungan tersebut ke pihak kecamatan, ternyata mereka (kecamatan, Red) malah tidak tahu,” paparnya.

 Sumber Berita 


 

Delivered by FeedBurner