DKI 1 - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta meminta Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya mengevaluasi kembali jumlah personel pengamanan yang diberikan kepada para calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang tengah berkampanye merebut hati masyarakat Ibu Kota.
Salah satu pasangan calon yang dinilai KPUD diberikan pengamanan oleh polisi secara berlebihan adalah pasangan incumbent Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.
Kepala KPUD DKI Sumarno mengatakan, banyaknya jumlah personel Kepolisian yang dikerahkan saat mengawal Ahok-Djarot akan memberi jarak dengan para pendukungnya.
"Pengamanan aparat kepolisian jangan berlebihan. Jangan terlalu ketat, nanti ada jarak antara masyarakat dengan pasangan calon," ujar Sumarno, Jakarta, Sabtu (12/11).
Meski meminta ada evalusi, Sumarno tetap menegaskan peran aparat sangat vital dalam menjaga keselamatan seluruh pasangan calon. Ia mengaku, pengurangan jumlah personel hanya untuk menindaklanjuti keluhan sejumlah pendukung Ahok-Djarot yang merasa tidak bisa bergerak bebas saat berkampanye.
Lebih lanjut, Sumarno mengatakan, sejak awal KPUD DKI telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu DKI dan Polda Metro Jaya untuk memetakan wilayah yang perlu diantisipasi oleh para pasangan calon saat berkampanye. Ia mengklaim, koordinasi itu untuk memastikan proses kampanya berjalan lancar.
"Bawaslu tahu titik-titik yang perlu diantisipasi. KPUD DKI berada pada tahapan pemilu. Sementara pengamanan ada di Polda Metro Jaya," ujarnya.
Sementara itu, terkait adanya penolakan kampanye kepada pasangan Ahok-Djarot, Sumarno menyebut, hal itu baru pertama kali terjadi. Ia mengatakan, kampanye merupakan hak setiap pasangan calon dan boleh dilakukan di semua lokasi yang telah ditentukan oleh KPUD dan Bawaslu.
“Pasangan calon berhak kampanye di semua wilayah DKI Jakarta, kecuali di tempat falisitas pemerintah," ujar Sumarno.
Di sisi lain, Sumarno menilai, sejatinya Pilkada DKI sama dengan Pilkada lain yang digelar sejumlah daerah. Ia berkata, tingginya dinamika politik di Pilkada Jakarta hanya disebabkan oleh sosok pasangan calon dan tingginya harapan masyarakat akan kemajuan Ibu Kota Indonesia.
"Pilkada DKI tak berbeda dengan Pilkada lain. Ini hanya kerena Ibu Kota dan calonnya. Jadi dinamikanya tinggi," ujarnya.
Ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti menyatakan, pihaknya menduga ada pelanggaran kampanye di 66 titik wilayah dari 137 titik kampanye keseluruhan paslon.
Mimah menyebut, pelanggaran yang diduga terjadi dalam kampanye bervariasi. Mulai dari tidak terdaftarnya relawan dalam dokumen hingga aksi intimindasi.
"Bawaslu mencatat sepanjang 14 hari kampanye dari 137 titik kampanye yang berasal dari dokumen pasangan calon, ada 66 titik diduga terjadi pelanggaran," ujarnya.
Namun, ia mengklaim, saat ini Bawaslu masih menyelidiki temuan dugaan pelanggaran tersebut. Ia juga berkata, Bawaslu telah berkoordinasi dengan para pasangan calon dan tim suksesnya agar mematuhi aturan kampanye yang telah ditentukan.
Lindungi Ahok
Pasca demonstrasi 4 November, Ahok selalu mendapat penjagaan ketat ketika berkampanye di beberapa tempat. Penjagaan ini untuk melindungi Ahok yang sudah beberapa kali mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Misalnya pada kunjungan ke Kedoya Utara ratusan aparat, kendaraan Barakuda dan water cannon tampak di lokasi kampanye. Namun, penjagaan ini tak menolong kelancaran kampanye.
Sekelompok orang yang jumlahnya tak kurang dari 30 orang terlihat sudah menunggu Ahok di kelurahan yang berada di Jakarta Barat itu. Mereka berteriak, menolak kehadiran gubernur petahana.
Massa tersebut berhadapan dengan sekitar 300 personel kepolisian dan TNI yang bersiaga menghindari kerusuhan. Anggota tim gabungan itu menenteng gas air mata.
Di sisi lain, Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigadir Jenderal Suntana mengatakan, setiap calon gubernur dan wakil gubernur yang lolos tahap verifikasi secara otomatis akan mendapatkan pengawalan dari sekitar 20 sampai 30 personel polisi.
"(Masing-masing) mendapat porsi yang sama," ucap Suntana. (gen)
Sumber Berita